Ta'aruf merupakan ajaran yang di anjurkan dalam Islam sebagai pengganti istilah 'pacaran'. Karena dalam tujuan dan manfaat antara ta'aruf dengan pacaran adalah berbeda. Ta'aruf bertujuan untuk saling mengenal antara laki-laki dengan perempuan dengan maksud untuk tujuan pernikahan. Manfaat ta'aruf itu sendiri adalah untuk mengenal kriteria calon pasangannya demi untuk memantabkan hati dalam mengkhitbah (melamar) pasangannya. Dalam berta'aruf tentunya ada etika yang harus di penuhi oleh yang melakukannya. Sebaiknya ta'aruf di lakukan di rumah pihak perempuan dan di temani oleh pihak wali atau kerabat keluarga, baik dari pihak laki-laki maupun perempuan. Dan semua itu di lakukan dalam koridor syar'i, karena cara berta'aruf yang baik harus di landasi dengan ketentuan syar'i. Dan dalam berta'aruf sebaiknya tidak terlalu lama, ketika keduanya sudah merasa cocok dan tidak ada keraguan, maka lebih cepat lebih baik dalam rangka menuju jenjang selanjutnya yaitu khitbah (melamar) dan tahapan terakhir yaitu menikah.
Kalau pacaran itu sendiri berupa kesenangan sesaat dan kebanyakan sering mengarah kepada perbuatan zina dan maksiat (silahkan baca Bolehkah (Pacaran) dalam Islam?).
Karena memang dalam agama Islam tidak mengenal atau mengajarkan pacaran.
Maka sebagai umat muslim sudah semestinya melakukan ta'aruf daripada pacaran bagi yang ingin dan siap (sanggup) segera menikah. Sebab dengan menikah, akan terhindar dari perbuatan yang mengarah kepada perbuatan zina. Kalaupun belum sanggup menikah (biasanya dalam masalah keuangan/memberi nafkah kepada istrinya nanti) maka sebaiknya melaksanakan puasa (senin-kamis misalnya).
Sebagaimana anjuran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Haditsnya,
Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu ia berkata, bahwa Rasullullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
"Hai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah, hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu (dapat) menjaga pandangan dan memelihara farj (kemaluan), dan barangsiapa yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa (sunah), maka sesungguhnya puasa itu perisai baginya. (HR. Muslim)
Rasullullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah bersabda dalam haditsnya mengenai menikahi perempuan, dalam hal ini barangsiapa yang tidak melaksanakannya (menikah) maka di anggap bukan dari golongan umat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Berikut Hadits Rasullullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut :
عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: …لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Dari Anas radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasullullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ".....tetapi aku, sesungguhnya aku shalat, tidur, berbuka dan mengawini perempuan, maka barangsiapa yang benci sunahku maka ia bukanlah dari golonganku." (HR. Bukhari).